"Sudah kita tetapkan tersangka dan tersangka sudah ditahan," kata Kasubbag Humas Polres Sampang Ipda Eko Puji Waluyo, Jumat (9/2/2018).
Penyidik Satreskrim Polres Sampang menetapkan MH sebagai tersangka sejak Jumat (2/2) malam. Setelah ditetapkan tersangka, polisi menahannya.
Karena di ruang tahanan Polres Sampang tidak ada tempat khusus tersangka anak-anak, penyidik menitipkan tersangka untuk ditahan di Lapas Sampang, Sabtu (3/2) lalu.
"Kita titipkan di Lapas Sampang, karena di lapas ada ruang untuk tersangka bagi anak-anak," jelasnya.
Ahmad Budi Cahyanto, guru honorer (Guru tidak tetap) ini mengajar materi melukis, di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang, Kamis (1/2/2018). Di ruang kelas, pelaku MH, ramai dan mengganggu teman lainnya dan mencoret-coret lukisan teman lainnya.
Guru mata pelajaran Seni Rupa itu mengingatkan siswa MH untuk tidak ramai dan mengganggu teman-temannya, tapi tak dihiraukan. Malah siswa nakal ini menjadi-jadi mengganggu teman lainnya. Korban mendatangi dan mencoret pipi pelaku dengan cat lukis. Tapi siswa itu tidak terima dan menganiaya sang guru. Pada Kamis malam, Budi dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit umum dr Soetomo, Surabaya.
Menghormati Guru
Islam memerintahkan para pemeluknya untuk menghormati guru dan ulama’. Bahkan dilarang keras menyakiti guru dan ulama’, baik dengan lisan maupun tindakan. Karena lewat perantara merekalah ilmu itu sampai kepada kita dan denganya pula kita bisa mengetahui perintah dan larangan Allah Ta’ala. Oleh karena itu jangan sampai kita menyakiti dan mencela mereka, karena mereka adalah orang-orang yang telah diangkat derajatnya oleh Allah Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita agar menghormati mereka dengan firman-Nya,
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi-Nya.” (QS. al-Haj: 30)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (QS. al-Haj: 32)
Di antara makna sya’a-ir dalam ayat tersebut adalah semua hal yang Allah berikan keutamaan dan pengagungan terhadapnya. Dan tidak diragukan lagi bahwa para ulama termasuk dalam kategori tersebut, sehingga mengharuskan kita untuk menghormati mereka.
Rasulullah pun mengancam dengan keras orang yang tidak menghormati orang yang berilmu. Beliau bersabda:
Rasulullah pun mengancam dengan keras orang yang tidak menghormati orang yang berilmu. Beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيرِنَا
“Tidak termasuk dari kami orang tidak menyayangi anak kecil kami dan orang yang (tidak) mengetahui kemulian (hak) orang dewasa kami.” (HR. At Tirmidzi)
Sebagian ahli ilmu berkata, “Maksud sabda Nabi “Tidak termasuk dari kami” adalah tidak termasuk bagian dari sunnah kami atau tidak termasuk bagian dari adab kami.”
Menurut Syaikh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Barukfuri, maksud dari tidak mengetaui kemuliaan (hak) orang dewasa kami adalah tidak mengetahui kemuliaan (hak) orang yang dewasa baik secara umur maupun ilmu. (Tuhfatul Ahwadzi, VI/40)
Jangan Menyakiti Guru
Menurut Syaikh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Barukfuri, maksud dari tidak mengetaui kemuliaan (hak) orang dewasa kami adalah tidak mengetahui kemuliaan (hak) orang yang dewasa baik secara umur maupun ilmu. (Tuhfatul Ahwadzi, VI/40)
Jangan Menyakiti Guru
Sebaliknya seorang penuntut ilmu dilarang menyakiti guru atau ualama’yang mengajarkan ilmu kepadanya. Baik menyakiti dengan sikap, tindakan atau perkataan. Allah memerintahkan para hamba-Nya agar tidak mengeraskan suara di hadapan Nabi dalam rangka untuk menghormati beliau dan tidak menyakiti beliau. Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَرۡفَعُوٓاْ أَصۡوَٰتَكُمۡ فَوۡقَ صَوۡتِ ٱلنَّبِيِّ وَلَا تَجۡهَرُواْ لَهُۥ بِٱلۡقَوۡلِ كَجَهۡرِ بَعۡضِكُمۡ لِبَعۡضٍ أَن تَحۡبَطَ أَعۡمَٰلُكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تَشۡعُرُونَ ٢إِنَّ ٱلَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصۡوَٰتَهُمۡ عِندَ رَسُولِ ٱللَّهِ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱمۡتَحَنَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمۡ لِلتَّقۡوَىٰۚ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَأَجۡرٌ عَظِيمٌ ٣
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka Itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. Al Hujuraat: 2-3)
Meninggikan suara lebih dari suara Nabi atau bicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi. Karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan. Demikian pula adab ini, juga berlaku bagi para guru dan ulama’. Karena guru dan ulama’ adalah pewaris para Nabi. Merekalah yang meneruskan tugas para Nabi dalam menyampaikan risalah kepada seluruh umat manusia. Menyakiti guru dan ulama’ hanya dengan meninggikan suara di hadapan mereka saja dilarang, tentu menyakiti mereka dengan sikap dan tindakan fisik lebih keras larangannya.
Bahkan Allah mengancam dan mengumumkan perang kepada orang yang menyakiti dan mencela para guru dan ulama’. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahuanhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhya Allah ta’ala berfirman:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ،
Barangsiapa yang memusuhi waliku maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya.” (Riwayat Al Bukhari).
Termasuk wali Allah dalam hadits di atas adalah para ulama’. Al Khatib meriwayatkan perkataan Imam Asy Syafi’I dan Abu Hanifah, kedua berkata, “Jika para ulama’ tidak termasuk para wali Allah maka tentu tidak ada wali Allah.” (Imam An Nawawi, Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, hal. 21)
Tags
Tsaqofah Islamiyah